Barang Kena Pajak (bkp) Strategis Bebas Ppn

Status
Not open for further replies.

Om Max

Entrepreneur


Akhir tahun 2015 menjadi sebuah titik terang bagi Wajib Pajak (WP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis. Pasalnya, pada waktu tersebut Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan penjelasan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata Cara Pembayaran PPN BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan Serta Pengenaan Sanksi. Penjelasan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.03/2015 (PMK 268).

Dua bulan sebelum peraturan tersebut dikeluarkan, Pemerintah telah menetapkan impor dan/atau penyerahan BKP yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penetapan tersebut tepatnya dilaksanakan pada 2 November 2015, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 (PP 81) tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu, PMK 268 tersebut dibuat untuk memperjelas mengenai tata cara pelaksanaan dari ketetapan PP 81.

BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi mesin dan peralatan pabrik (satu kesatuan), baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, namun tidak termasuk suku cadang; barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha bidang kelautan dan perikanan (penangkapan dan/atau budidaya); jangat dan kulit mentah yang tidak disamak; ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur tersendiri; bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan; pakan ikan; bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur tersendiri; dan bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan.

Selain itu juga terdapat penyerahan lain, yakni unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi beberapa ketentuan. Ketentuan yang dimaksud seperti luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan batasan terkait harga jual unit hunian Rusunami dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rusunami ditetapkan dengan PMK tersendiri, serta listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.

Dalam PMK 268 tersebut juga dijelaskan bahwa Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan BKP dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang digunakan untuk menghasilkan BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Selain itu, WP yang mendapatkan fasilitas wajib melaporkan usahanya kepada DJP untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dimana Faktur Pajak tersebut harus dibubuhi cap atau diberikan keterangan "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 81 TAHUN 2015".

TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS

Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut dilakukan tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN, kecuali atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu berupa mesin dan peralatan pabrik (satu kesatuan), baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, namun tidak termasuk suku cadang. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis tersebut harus memiliki SKB PPN sebelum impor dan/atau penyerahan.

Untuk memperoleh SKB PPN, PKP harus mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP) c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Permohonan tersebut harus dilampiri dokumen pendukung berupa fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), fotokopi surat Pengukuhan PKP, asli surat kuasa khusus (jika PKP menunjuk seorang kuasa), penjelasan tertulis secara rinci bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor/diterima akan dipergunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan BKP, dan surat pernyataan bermeterai bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dalam hal impor, permohonan SKB PPN juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa invoice, Bill of Lading (B/L) atau airway bill (AWB), dokumen kontrak pembelian, dan dokumen pembayaran atau dokumen pengakuan utang. Sedangkan dalam hal penyerahan, permohonan SKB PPN juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa dokumen kontrak pembelian atau dokumen lain yang menunjukkan terjadinya penyerahan BKP.

Proses menerbitkan SKB PPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap. SKB PPN tersebut diterbitkan dalam hal disetujui untuk diberikan fasilitas dibebaskan PPN baik sebagian atau seluruhnya oleh Kepala KPP atas nama DJP. Namun jika terdapat penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penerbitan, maka SKB PPN diterbitkan atas bagian PPN yang belum dipungut.
Dalam hal PPN yang terutang telah dipungut atau dibayar, maka PPN yang dipungut harus disetorkan ke Kas Negara. Akan tetapi ada ketentuan lainnya, yakni PPN yang dibayar oleh PKP dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dan PPN yang dibayar oleh pembeli yang bukan PKP, dapat diminta kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

PEMBATALAN SKB PPN

SKB PPN dapat dibatalkan apabila terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitannya atau diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP tidak berhak memperoleh SKB PPN. Jika terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitan SKB PPN, maka PKP dapat mengajukan permohonan pembatalan dan penerbitan SKB PPN baru.

Permohonan pembatalan SKB PPN harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya pembatalan dengan dilampiri asli SKB PPN yang telah diterbitkan. Atas permohonan tersebut Kepala KPP menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPN dan menerbitkan SKB PPN baru paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.

Lain halnya jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP tidak berhak memperoleh SKB PPN, Kepala KPP atas nama DJP menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPN. Dan atas pembatalan tersebut, PKP wajib membayar PPN yang dibebaskan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), serta PPN tersebut dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

PEMBEBASAN PPN KEPADA ORANG PRIBADI

Pembebasan PPN diberikan kepada orang pribadi, maka wajib membuat beberapa dokumen yang diserahkan kepada PKP yang melakukan penyerahan BKP tertentu sebelum penyerahan dilakukan. Dokumen tersebut adalah surat keterangan bermeterai dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, jika dalam hal ini pembeli merupakan karyawan dan/atau surat pernyataan bermeterai mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, jika pembeli tersebut melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Tidak hanya itu, melainkan diperlukan lampiran berupa surat pernyataan bermeterai bahwa Rusunami merupakan unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun, serta fotokopi bukti penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2 (dua) tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajiban perpajakannya. Dan bagi PKP yang menerima dokumen, maka harus menyimpan dokumen tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

KETENTUAN BKP YANG DIALIHKAN

Terhadap jenis BKP dalam bentuk mesin dan peralatan pabrik serta unit hunian Rusunami, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehannya digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, maka PPN yang telah dibebaskan atas impor dan/atau perolehan BKP tersebut wajib dibayar. Maka pada saat yang bersamaan tersebut terutangnya PPN yang pada awalnya telah dibebaskan, dan kewajiban pembayarannya wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak BKP tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan. Pembayaran dilakukan dengan cara disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan SSP, dan PPN yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Dalam hal kewajiban pembayaran tersebut tidak dipenuhi, maka DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran sampai dengan tanggal penerbitan SKPKB, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Apabila dalam jangka waktu tersebut WP belum juga melakukan pembayaran dan kepada WP belum diterbitkan SKPKB, maka DJP menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dimaksudkan sebelumnya.

Atas kewajiban pembayaran tersebut maka WP harus melaporkan PPN yang telah dibayarnya ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau WP terdaftar, dimana pelaporan dimaksud dilakukan dengan melampirkan lembar ketiga SSP pada SPT Masa PPN Masa Pajak terjadinya pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan BKP tertentu yang bersifat strategis.

Artikel dikirim oleh: Sylvie A. Suherman, S.E.
 

Attachments

Achmad Try

New Member
posting di blog juga strategis loh penghasilannya, dan barang atau fasilitas seperti komputer dan internet bakalan di pajak nggak, terus usaha ngeblog juga bakalan bayar pajak juga gak yah?
 

Om Max

Entrepreneur
Harusnya setiap orang yang sudah punya penghasilan wajib kena pajak om. Blogger dan internet marketer banyak lho yang penghasilannya FANTASTIS, bisa Rp 50juta sampe Rp 500juta sebulan. Nah harusnya kan mereka bayar pajak ke pemerintah. Nah pertanyaannya sekarang, apakah mereka mau bayar pajak atau tidak?

Sekarang ini banyak orang yang berpikir begini, "kalau saya bayar pajak penghasilan, blogger yang lain bayar pajak juga ga?" bersiul:

posting di blog juga strategis loh penghasilannya, dan barang atau fasilitas seperti komputer dan internet bakalan di pajak nggak, terus usaha ngeblog juga bakalan bayar pajak juga gak yah?
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Post Terbaru

Top