China Saingi Amerika Dalam Penjualan Senjata, Salah Satu Cara Penuhi Ambisi Geopolitiknya?

Status
Not open for further replies.

politik

New Member
China kini menjadi pemasok senjata terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia, dan bisnis senjatanya, dengan harga yang bersaing dan kualitas yang membaik, terus berkembang. Namun apakah penjualan senjata China ada hubungannya dengan ambisi geopolitik Beijing untuk menjadi sebuah kekuatan dunia?

Oleh: World Politics Review

China, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi pemasok senjata terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia, terus memperluas ekspor senjata terutama karena senjata dan peralatan militernya yang relatif murah. Namun hal juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana penjualan senjata sesuai dengan ambisi geopolitik China, terutama di Asia.

Dalam sebuah wawancara email dengan World Politics Review (WPR), Sam Roggeveen, seorang rekan senior di Lowy Institute di Australia dan seorang pakar militer China, membahas pertumbuhan industri senjata China dan implikasi yang lebih luas untuk Asia.



WPR: Seberapa besar China memperluas perdagangan senjata dalam beberapa tahun terakhir, dan seperti apa hubungan mereka dengan pembeli senjata utamanya?

Sam Roggeveen: Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, China sekarang merupakan pemasok senjata terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Rusia. Ekspor China meningkat 74 persen antara 2012 dan 2016, dan pangsa ekspor senjata global meningkat dari 3,8 menjadi 6,2 persen pada periode yang sama.

Pelanggan terbesar China adalah Pakistan. Sudah banyak yang tahu, bantuan China untuk program nuklir Pakistan sangat penting bagi terobosan senjata nuklir Pakistan pada tahun 1980-an. Tapi Pakistan dan China juga memiliki hubungan selama puluhan tahun dalam perdagangan senjata konvensional, termasuk kapal-kapal permukaan angkatan laut yang besar dan baru-baru ini kapal selam, tank, teknologi rudal balistik dan pesawat tempur. Pakistan sekarang memproduksi pesawat tempur JF-17, yang dikembangkan bersama dengan China, untuk angkatan udara Pakistan.

Di luar Pakistan, China telah berhasil mengekspor senjata ke negara-negara berkembang, yang mencerminkan fakta bahwa senjata produksi China cenderung lebih murah dan kurang canggih daripada yang ditawarkan oleh saingan mereka seperti Amerika, Rusia dan Eropa. Misalnya, China menjual pesawat tempur ke Myanmar dan Bangladesh, dan pesawat latih ke Zambia, Sudan dan Venezuela, di antara banyak negara lainnya.

Tapi kualitas dan kecanggihan senjata China membaik, dan ambisi China berkembang. Barang-barang militer China dipamerkan dengan jelas di pameran dagang dan pertunjukan udara di seluruh dunia. Beijing telah menawarkan rudal anti-pesawat yang sangat mumpuni untuk dijual ke Turki, dan sementara Ankara tidak membelinya, fakta bahwa rudal tersebut ditawarkan kepada negara anggota NATO memberi kita gambaran mengenai ambisi China. Mereka juga menjual pesawat tak berawak ke Arab Saudi, sebuah negara yang dikenal hanya membeli peralatan perang kelas atas dari negara Barat.

WPR: Apakah penjualan senjata China bersifat komersial, atau apakah mereka digunakan untuk mendukung agenda politik atau strategi tertentu?

Roggeveen: Adalah aman untuk mengasumsikan bahwa jawabannya adalah keduanya, meski kita harus berhati-hati agar tidak mencampur-adukkan faktor komersial dengan ekonomi. Semua pengeluaran dalam pembelian senjata adalah—menurut prinsip ekonomi murni—adalah pemborosan, karena senjata militer tidak terpakai, atau digunakan dalam perang besar-besaran yang berbiaya mahal. Mengekspor senjata adalah salah satu cara untuk menutupi biaya itu.

Kita juga tidak harus menganggap bahwa penjualan senjata selalu menghasilkan pengaruh politik atau bahkan hubungan politik yang lebih erat lagi. Swedia adalah salah satu eksportir senjata paling sukses di dunia, namun tidak jelas bahwa kesuksesan tersebut mendatangkan keuntungan politis. Australia, yang cenderung membeli senjata dari Amerika, juga telah menutup kontrak senjata besar dengan produsen Eropa, namun hubungannya dengan Eropa perlahan menjadi lebih renggang karena Australia mempertahankan geografinya dan mendatangkan lebih banyak imigran Asia.

Satu catatan skeptis terakhir: Importir senjata memiliki pengaruh mereka sendiri, yang secara reguler mereka eksploitasi demi kepentingan politik. Penjualan pesawat tempur JF-17 China baru-baru ini ke Myanmar, misalnya, baru-baru ini diikuti oleh berita bahwa Myanmar membeli enam pesawat tempur SU-30 dari Rusia. Pesan yang disampaikan kepada Beijing seharusnya jelas: Myanmar bukan negara klien China, dan jika Anda mendesak kami terlalu agresif, kami bisa membawa bisnis kami ke tempat lain.

Tapi di luar hubungan China dengan pelanggannya, saya pikir ada agenda strategis. China ingin menjadi kekuatan dunia, dan ambisi ini terus meningkat, terutama melalui sarana teknologi. China jelas ingin bersaing dengan Boeing dan Airbus sebagai pembuat pesawat terbang sipil, dan memiliki program luar angkasa yang sama ambisius.

Hal ini juga difokuskan untuk memimpin dalam kecerdasan buatan dan teknologi komputer. China juga ingin menjadi produsen senjata kelas dunia, dan jika mereka membuat senjata ini untuk angkatan bersenjata sendiri, mungkin juga mereka bisa mengekspornya.

WPR: Apa implikasi penjualan senjata China di bidang pengaruh langsung mereka?

Roggeveen: Secara strategis, ekspor senjata paling signifikan ke Asia yang pernah dilakukan China masih merupakan transfer teknologi senjata nuklir ke Pakistan. Di samping itu, segala sesuatu yang lain penting karena dua alasan. Pertama, skala ekspor senjata konvensional China ke seluruh Asia tetap relatif sederhana—meskipun, seperti ditunjukkan oleh angka SIPRI, hal tersebut jelas berkembang.

Tapi kedua, jika China tidak mengekspor senjata ke Asia, negara-negara Asia hanya akan membelinya dari tempat lain. Memang, kehadiran China di pasar menciptakan persaingan, mungkin menurunkan harga dan meningkatkan kualitas secara keseluruhan. Tapi senjata konvensional yang ditawarkan Beijing ke pasar sudah siap, padahal teknologi senjata nuklir jauh lebih sulit didapat.

Karena alasan tersebut, saya ragu bahwa penjualan senjata China memberi kontribusi besar terhadap ambisi Beijing untuk pengaruh regional yang lebih besar, terutama berbeda dengan inisiatif khususnyanya, yang dikenal sebagai One Belt, One Road. China menawarkan dukungan infrastruktur berskala besar yang cepat, di mana pemain lain seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan donor bilateral tidak menyediakannya.

Hubungan yang dihasilkan proyek-proyek ini dengan China bersifat fisik dan dapat menghasilkan pasar ekonomi yang sulit untuk diganggu, jadi mereka jauh lebih tahan lama daripada hubungan yang diciptakan oleh penjualan senjata.

Sumber : China Saingi Amerika dalam Penjualan Senjata, Salah Satu Cara Penuhi Ambisi Geopolitiknya?
 
Status
Not open for further replies.
Loading...
Top