Dunia Ingin Berantas Ekstremisme Online, Mengapa Trump Tidak Mau?

Status
Not open for further replies.

politik

New Member
Para pemimpin berbagai negara dan perusahaan media sosial pada Rabu (15/5) menandatangani ‘Seruan Christchurch’ untuk memberantas ekstremisme online. Namun Gedung Putih dengan bodohnya menolak upaya internasional itu, dengan alasan bahwa perjanjian itu melanggar perlindungan kebebasan berbicara konstitusional. Seruan ini hanyalah bentuk pengakuan, bukan hukum yang mengikat. Dan menolak untuk mengakui urgensi pemberantasan ekstremisme online adalah suatu hal yang memalukan.

Oleh: Charlie Warzel (The New York Times)

Gedung Putih pada Rabu (15/5) mengumumkan tidak akan menandatangani ‘Seruan Christchurch’ untuk mengambil tindakan—sebuah pakta internasional informal yang diinisiasi oleh pemimpin Prancis dan Selandia Baru dan perusahaan media sosial untuk memerangi ekstremisme online.

Seruan untuk bertindak ini adalah pernyataan niat dan bukan proposal kebijakan yang mengikat. Seruan ini mendesak negara-negara dan perusahaan teknologi swasta untuk menangani konten terorisme online. Secara khusus, seruan ini mendesak para penandatangan untuk “memastikan penghapusan yang efisien dan cepat dan untuk mencegah penggunaan siaran langsung sebagai alat untuk menyiarkan serangan terorisme.”

Gedung Putih menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut dengan alasan bahwa perjanjian itu melanggar perlindungan kebebasan berbicara konstitusional.

Pernyataan itu terinspirasi oleh serangan terhadap dua masjid pada bulan Maret di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 jemaah Muslim. Pembantaian itu disiarkan langsung di Facebook dan disebarluaskan melalui internet.

Alasan pemerintahan Trump nyaris tidak masuk akal. Bukannya dekrit hukum yang luas, Seruan Christchurch adalah janji yang tidak mengikat tanpa rencana untuk tindakan penegakan atau pengaturan; seruan itu hanyalah pengakuan dari masalah yang berkembang, yang sebagian difasilitasi oleh internet yang sangat tidak diatur.

Tanpa mekanisme yang mengikat secara hukum atau penegakan kebijakan yang ketat, taruhannya sangat rendah. Jadi tindakan Trump yang tidak mau menandatangani ini mengirimkan pesan yang kuat dan merendahkan perlindungan kebebasan berbicara yang diklaim oleh pemerintah, dengan menggunakan Amandemen Pertama sebagai alat politik dan alasan untuk tidak mengambil tindakan.

Keengganan pemerintah Trump untuk campur tangan dalam konten media sosial juga sangat tidak konsisten dengan perilaku Trump sendiri dalam mengawasi teknologi. Selama berbulan-bulan, Trump menggunakan Twitter-nya untuk menentang sensor media sosial yang dianggap konservatif dan mengancam akan melakukan intervensi.

Pada Agustus lalu, ia menuduh Google “menekan” suara-suara konservatif dan “menyembunyikan informasi dan berita yang baik” tentang dirinya, setelah melihat infografis dari penelitian yang “tidak ilmiah”.

Baca Artikel Selengkapnya di sini
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Post Terbaru

Top