• Disclaimer
    Forum Maxmanroe tidak bertanggungjawab atas informasi atau promosi yang dibuat member.

Fesyen Ritel Jalan Baru Karier Afat Adinata

Status
Not open for further replies.

dilan diarka

New Member


Dunia fesyen punya daya tarik tersendiri. Hal itu dialami Afat Adinata selaku mantan Presiden Direktur PT Sinar Niaga Sejahtera, unit Distribusi and Sales dari Grup Garudafood, yang kini lebih memilih menjejaki kariernya dibidang bisnis fesyen ritel.

Melirik perjalanan Afat Adinata didunia industri minuman dan makanan, memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya 16 tahun lamanya ia menggeluti bisnis tersebut dan menjadi bagian dari perusahaan raksasa GarudaFood.

Akan tetapi, kini Afat hijrah ke bidang yang berbeda yakni industri fesyen. Tak tanggung-tanggung ia menjadi nakhoda untuk beberapa produk fesyen ternama. Bagaimana Afat menjalani ini semua? Sepertinya ini menjadi bahan menarik yang patut disimak pembaca guna mempersiapkan diri jika menghadapi peralihan karier yang berbeda.

Saat ditemui TopCareer.id, di bilangan FX Senayan, Jakarta, usai kunjungan toko fesyen ritelnya, kami disambut ramah oleh Afat. Ia tampak terlihat kasual dalam mengenakan pakaiannya. Mengetahui ada kesibukan lain yang juga sedang menunggu, dengan semangat Afat pun langsung menceritakan pengalaman kariernya.

Ketertarikannya didunia fesyen ritel memang tak lepas dari peran koleganya (Verosito Gunawan) yang sudah 10 tahun mendirikan bisnis fesyen ritel hingga berdirinya PT Mega Perintis.

“Saya sebenarnya baru disini. Tepatnya baru awal tahun ini saya diajak teman-teman untuk bergabung sebagai salah satu pemegang saham sekaligus meminta saya untuk menjadi CEO Grup perusahaan ini,” ungkap Afat.

Kepercayaan para kolega terhadap Afat pun memang tak lepas berkat keuletan serta loyalitas yang tinggi dimiliki pria asal Samarinda ini dalam berkarier. Tak tanggung-tanggung Afat pun dipercayai untuk memimpin grup perusahaan yang meliputi tiga divisi yakni, divisi PT Mega Perintis yang sekaligus menjadi holding brand, divisi internasional brand (menaungi brand seperti Nike, dan lainnya), dan divisi manufacturing (produksi).

Seperti diketahui PT Mega Perintis memiliki brand toko bernama Manzone serta memiliki produk-produk lokal dengan brand sendiri seperti, OLLO, Fakelondon, MOC, Men’s Top dan Batik Plus. Produk milik PT Mega Perintis tersebut fokus pada pakaian pria dengan rentang usia 18 tahun hingga 45 tahun.

Peralihan yang baru dijalani ini pun rupanya mulai dirasakan Afat dari perubahan kebiasaan lamanya selama ia berkarier di perusahaan besar. Mulai dari segi penampilan sebelumnya yang serba formal, manajemen organisasi yang banyak dan lebih sistematis. Sementara di perusahaan baru banyak hal yang berbeda dan memerlukan penyesuaian.

Banyak hal ia lakukan guna lebih lebur dengan lingkungan baru. Kebiasaan pakaian formal yang dikenakan Afat saat berkerja pun kini sudah mulai ditinggalkannya dan lebih mengenakan pakaian yang variatif dari sebelumnya. “Maklum, tuntutan profesi,” ujarnya.

Tak hanya itu, saat ditanyakan penulis apakah perubahaan ini berdampak pada kebiasaannya hingga merasa tidak nyaman saat menjalaninya? Afat menjelaskan bahwa sebenarnya sebagian besar bisnis itu memiliki kesamaan.

“Yang berbeda itu bidang bisnisnya karena kalau dilihat dari manajemen, saya melihat ada benang merahnya. Jadi kalau Anda paham cara mengelola satu perusahaan tentu tidak jadi masalah mau ditempatkan di industri mana pun.”

“Perubahan itu kan selalu datang, perubahan itu terjadi kapan saja dan dimana saja. Yang penting itu sebenarnya. Jangan berubah karena dipaksa oleh perubahan yang terjadi. Namun bagaimana kita bisa mengikuti perubahan itu atau bahkan menciptakan perubahan,” tutur Afat. “Jadi jika saya ditanyakan perubahan itu, ya saya sih enjoy-enjoy saja. Tinggal nikmati saja tantangan baru yang harus dihadapi.”

Afat mengaku bahwa perubahan dalam karier sebenarnya bukan barang baru baginya. Sebelumnya ia sempat menjalani beberapa posisi saat bersama Grup GarudaFood.

Afat mengawali kariernya di Grup GarudaFood sebagai finance accounting di periode 1998-2002. Corporate planning (2003-2004). Kemudian di 2005 ia dipindah kembali ke divisi corporate secretary, dimana saat itu ia belajar melihat tatanan sebuah perusahaan yang tentunya sangat jauh dengan apa yang sempat ia geluti selama ia mengenyam dunia pendidikan hingga mendapat gelar S2 keuangan di STIE Nusantara 2007.

“Saya sempat mengalami ketidaknyamanan saat berpindah-pindah profesi. Tapi hal itu pun sekaligus membuat saya berada pada proses belajar. Apalagi waktu saya di sales, saya banyak mengalami hal pahit. Dimana saya harus banyak menghadapi pelanggan, serta berpanas-panasan, dan itu pun belum tentu diterima. Jadi mengalami penolakan, dicuekin, sudah menjadi hal yang biasa saya hadapi sekaligus membuat diri saya menjadi lebih matang baik dari sisi pribadi maupun dari segi bisnis,” kenangnya.

“Bisnis itu kan sesungguhnya banyak terjadi di pasar-pasar. Jadi disitulah saya datangi sekaligus melihat bagaimana saya harus mendidik salesman saya seperti apa, saat saya memimpin divisi distribusi tahun 2006. Jadi, orang lapangan banyak pahitnya dan juga manisnya sehingga saya bisa menjadi pemimpin perusahaan,”katanya.

Saat ditanya soal bagaimana membentuk loyalitas karyawan serta persiapan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Afat berujar, “Dalam organisasi, people itu kan merupakan titik sentral. Jadi, tinggal bagaimana Anda membuat karyawan jadi kompeten sekaligus loyal terhadap perusahaan. Caranya jika saya melihat dari segi people itu ada tiga aspek yang harus dibangun. Pertama, skill-nya harus dibangun; Kedua, knowledge yang perlu dikembangkan pada waktu tertentu; serta Ketiga, attitude yang perlu dikembangkan.”

Dia pun menjelaskan, karyawan itu kerja pada intinya mencari nafkah dan ingin berkembang baik dari secara karier maupun pribadi. Nah hal ini pun bersangkutan dengan poin ketiga yakni pekerja memiliki attitude yang bukan hanya sekedar sikap dalam bekerja, melainkan bagaimana Anda develop para karyawan untuk punya learning attitude atau keinginan untuk terus belajar.

“Banyak karyawan sering kali kehilangan “roh” dalam bekerja, karena mereka bekerja hanya sekedar mencari nafkah saja. Untuk itu, sebagai pemimpin kita wajib mendorong mereka bekerja sambil belajar serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang baik dari karier maupun kompetensinya. Tentunya karyawan menjadi lebih semangat bekerja karena mereka sendiri merasakan perubahan dari waktu ke waktu untuk menjadi lebih baik,” jelasnya.

Hal ini pun rupanya sudah dilakukan Afat saat berkarier di Grup GarudaFood yang membangun suatu departemen yang disebut SNS Learning Center di 2007. Departemen ini berfungsi dalam pengembangan karyawan Divisi Sales & Distribusi GarudaFood yang berprestasi dan memiliki potensi untuk mendapatkan pendidikan khusus. Dan ketika mereka lulus nantinya akan ditempatkan sebagai star mengisi posisi yang kosong pada bagian atas. Bentuk pegembangan inilah yang menjadi salah satu cara Afat agar para karyawan loyal terhadap perusahaan.

Begitu pula pada perusahaan yang baru ia pegang ini. “Saya nanti juga akan membangun divisi pengembangan karyawan. Karena saat ini kami baru memiliki divisi HRD yang lebih ke administrasi kepersonaliaan, belum mengembangkan fungsi people development,” tuturnya.

“Melihat MEA dari sisi corporate, kami selaku produsen lokal tentu merasa hal ini menjadi tantangan yang cukup besar. Kami harus bersaing. Salah satu cara kami menghadapi MEA secara organisasi adalah mempersiapkan people untuk menjadi orang-orang yang kompeten. Karena saya melihat impact MEA ini sendiri sebenarnya bukan secara perdagangan karena Indonesia selama ini sendiri sudah dimasuki oleh brand luar.”

“Tantangan kami sebenarnya adalah persaingan di pasar tenaga kerja. Artinya bila tenaga kerja lokal itu belum siap, semakin banyak pasar tenaga kerja itu diisi oleh tenaga kerja dari Negara lain. Karena kita kan butuh tenaga kerja yang kompeten dan produktivitasnya tinggi. Jadi sebenarnya tantangan para pengusaha adalah ingin cepat maju dengan cara merekrut tenaga kerja yang kompeten (tidak menutup diri terhadap tenaga kerja dari negara Lain) atau kita kembangkan tenaga kerja kita,” kata Afat.

“Jadi jawaban menghadapi MEA adalah percepatan kompetensi orang dan organisasi, bangun brand kita sendiri. Karena kalau kita tidak bangun brand kita sendiri bisa kalah saing nantinya,” tutupnya.



sumber: TopCareer.ID
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Top