Krisis Usia Paruh Baya

Status
Not open for further replies.

goldenblock

New Member
Dalam ilmu psikologi, setiap tahap kehidupan mempunyai ciri-ciri yang khas. Beberapa ahli menekankan bahwa masa kanak-kanak adalah paling penting dalam kehidupan seseorang, sedangkan tokoh yang lain mengatakan bahwa tahap kehidupan lainlah yang lebih penting. Freud misalnya, beliau mengatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk pada masa lima tahun pertama dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu masa balita ini adalah masa yang sangat penting. Kejadian-kejadian yang dialami pada masa kecil seorang individu akan menjadi bagian dari ketidaksadaran dan mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya dalam kehidupan individu. Sebaliknya, Jung lebih menekankan pentingnya tahap usia dewasa pertengahan (40-60 tahun) daripada tahap-tahap lainnya. Pada masa-masa ini mulai terjadi transisi dan perubahan yang banyak. Kehidupan seseorang menurut Jung, sangat ditentukan bagaimana ia mengatasi midlife crises-nya ini.

Apa itu Krisis Paruh Baya?

Midlife crisis atau krisis paruh baya seringkali lebih dikenal dengan istilah puber kedua. Sebagaimana hal-nya dengan masa pubertas yang dialami remaja, puber kedua ini terkait dengan terjadinya perubahan fisik yang signifikan dalam diri individu. Perbedaannya, karakter utama perubahan fisik pada masa remaja adalah penambahan kapasitas, sementara perubahan fisik pada usia paruh baya ditandai dengan penyusutan kapasitas. Puber pertama merupakan masa perpindahan dari seorang anak menjadi seorang remaja, sementara puber kedua adalah tahapan dari seorang dewasa berpindah menjadi tua. Berbeda dengan masa puber pertama yang ditunggu-tunggu dan disambut dengan suka cita, masa puber kedua justru menjadi masa-masa di mana seseorang dihinggapi rasa takut dan keraguan diri, yaitu takut menjadi tua, takut menjadi tidak menarik lagi, takut mati, takut tidak berguna lagi, takut tidak kuat lagi, dan sebagainya.

Fakta Ilmiah Tentang Krisis Paruh Baya

Kajian-kajian ilmiah yang dilakukan di Amerika sejak tahun 1980-an menolak anggapan bahwa krisis paruh baya adalah sebuah fase yang dialami oleh kebanyakan orang dewasa.. Dalam salah satu penelitian, walaupun 25% responden menyatakan mereka mengalaminya, ternyata hanya kurang dari 10% orang yang benar-benar mengalami krisis psikologis terkait dengan usia atau proses penuaan (aging) mereka (Washington Post, 19 April 1999). Tipe kepribadian dan riwayat krisis psikologis yang pernah dialami nampaknya menjadi faktor predisposisi bagi individu-individu yang mengalami krisis paruh baya ini.

Pada usia paruh baya, banyak peristiwa besar yang dapat menimbulkan masa-masa penuh stress dan depresi seperti meninggalnya orang yang dicintai (orang tua ataupun pasangan hidup), kemunduran dalam karir, anak-anak yang mulai meninggalkan rumah (untuk hidup mandiri), gejala penuaan secara umum (munculnya keriput, uban, kulit berkurang elastisitasnya, berkurangnya vitalitas, menopause, dan lain-lain). Akibatnya, menurut satu kajian, 15% dari mereka akan mengalami “midlife turnmoil” yang mungkin saja berupa keinginan untuk membuat perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan seperti karir, perkawinan, atau hubungan romantis.

Beberapa kajian juga mengindikasikan bahwa beberapa jenis budaya lebih sensitif terhadap fenomena ini dibandingkan budaya lainnya (Annual Review of Psychology, Vol. 55. 2004) Contohnya: jarang ditemui kasus krisis paruh baya dalam budaya Jepang dan Indian dan sangat menghormati sosok orang tua. Sebaliknya, kentalnya "culture of youth" di dunia Barat nampaknya mempengaruhi banyaknya kasus krisis paruh baya di sana.

Yakobus Sniechowski Ph.D mengatakan bahwa kemerosotan produksi hormon ikut berperan dalam krisis paruh baya. Pada lelaki paruh baya, produksi hormon testosteron mulai untuk menyusut,bersamaan dengan itu semangat dan daya tahan mereka juga menurun. Pada wanita juga terjadi kemerosotan produksi hormon estrogen. Tetapi seiring dengan itu, menurut Judith Sherven pada wanita terjadi peningkatan persentase hormon testosteron. Akibatnya banyak wanita yang mengatakan mereka merasa lebih berenergi, berambisi dan memiliki inisiatif lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Perubahan ini juga mungkin disebabkan kesadaran tentang diri yang berubah pada wanita. Utamanya pada ibu rumah tangga yang biasanya tinggal di rumah untuk merawat suami dan anak-anaknya, ketika tanggung jawab dalam rumah tangga telah berkurang (anak sudah besar atau sudah berumah tangga sendiri) mereka memiliki keinginan untuk melakukan hal-hal baru. Robert Tan dari University of Texas menemukan banyak di antara wanita paruh baya ini yang kemudian melanjutkan sekolah lagi, membuka bisnis sendiri, atau melakukan hal-hal produktif lainnya.

Pada umat Islam, sesungguhnya Allah telah menunjukkan bagaimana caranya agar kita tidak mengalami krisis paruh baya ataupun segera bangkit dari krisis tersebut sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Al Ahqaf [46] ayat 15 : "Kami perintahkan manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah kau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat beramal shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".


“Banyak masalah yang dihadapi dalam perjalanan usia kita, tapi masalahnya adalah bagaimana kita menghadapi masalah tersebut dan menjadi lebih bijak, lebih dewasa dan lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan selama ini…Dengan begitu, kita dapat meneruskan perjalanan hidup kita dengan lebih bermakna “
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Post Terbaru

Top