Pemilu Serentak Di Indonesia, Apa Masalahnya?

Status
Not open for further replies.

politik

New Member
Pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun ini akan dilaksanakan secara serentak dalam satu hari. Namun apakah ada masalah dari penerapan pemilu serentak? Dalam tulisan ini, Ella S Prihatini melihat bahwa pendekatan pemilu serentak adalah sesuatu yang perlu kita pertimbangkan kembali dalam jangka panjang. Bukan hanya karena secara ekonomi jauh kurang efisien, tetapi itu juga merusak kesempatan bagi pemilih untuk mengenal calon legislatif mereka dengan lebih baik.

Oleh: Ella S Prihatini (The University of Western Australia)

Dalam beberapa hari ke depan, Indonesia akan mengadakan “pesta demokrasi” yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Sebagai negara yang baru saja menerapkan demokrasi terbuka dan langsung sejak tahun 1999, Indonesia masih bereksperimen dengan aturan pemilu. Salah satu eksperimen itu termuat dalam UU Pemilu tahun 2017 terkait dengan penyelenggaraan pemilu serentak dalam satu hari.

Jika pada tahun 2014 pemilu legislatif dilakukan tiga bulan lebih awal dari pemilu presiden, pemilu legislatif dan presiden tahun ini diadakan pada hari yang sama, menjadikannya sebagai “salah satu pemilu satu hari yang paling rumit dalam sejarah global” (Bland, 2019). Lebih dari 245.000 calon legislatif bersaing untuk lebih dari 20.000 kursi yang tersebar di tingkat nasional dan regional.

Pendekatan baru ini berasal dari putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden secara terpisah melanggar Konstitusi 1945 (KataData, 2018), dan sementara yang lain mengatakan bahwa pemilu serentak akan menghemat pengeluaran pemerintah dalam membiayai pemilu (Iqbal, 2018). Namun, dalam tulisan ini, akan dijelaskan mengenai masalah terkait pemilu serentak.

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang luas, pemungutan suara tentu menghadapi tantangan yang tidak mudah dipecahkan. Kendala transportasi, komunikasi, dan alokasi logistik adalah serangkaian kompleksitas yang harus dihadapi oleh panitia penyelenggara.

Jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) telah meningkat dari 500.000 pada tahun 2014, menjadi lebih dari 800.000. Peningkatan ini atas permintaan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang memperkirakan bahwa durasi pemungutan suara akan lebih lama daripada tahun 2014, dan dengan demikian tempat pemungutan suara harus ditambahkan untuk menghindari antrean panjang para pemilih.

Dengan jumlah pemilih yang memenuhi syarat mencapai 193 juta orang, pemilu serentak, pada kenyataannya, akan membutuhkan biaya yang lebih besar. Anggaran pemilu melonjak 61 persen, dari Rp15,6 triliun pada periode sebelumnya menjadi Rp25,3 triliun. Beberapa biaya yang melonjak signifikan ini mencakup biaya keamanan, pengawasan, dan upah untuk petugas (CNN Indonesia, 2019).

Baca Artikel Selengkapnya di sini
 
Status
Not open for further replies.
Loading...
Top