Pilpres 2019: Mengenal Lebih Dekat Dua Kandidat Dan Para Cawapresnya

Status
Not open for further replies.

politik

New Member
Pilpres 2019 semakin dekat, dan jajak pendapat antara Jokowi dan Prabowo semakin menyempit. Sementara para pengamat masih terpecah pada apakah Ma’ruf Amin membantu atau menghambat prospek pemilihan Jokowi, pandangan umum adalah bahwa Prabowo memiliki pasangan yang lebih baik. Tapi siapa sebenarnya kedua kandidat dan bagaimana pengaruh masing-masing cawapres dalam pemilu mendatang?

Baca Juga: Pilpres 2019: Nasionalisme Kosmopolitan vs Nasionalisme Pribumi

Oleh: Nur Asyiqin Mohamad Salleh (The Straits Times)

Ketika masyarakat Indonesia memberikan suara mereka pada 17 April mendatang, semua mata akan tertuju pada kompetisi utama antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan purnawirawan jenderal militer Prabowo Subianto, dalam apa yang diharapkan akan menjadi pengulangan dari Pemilihan Presiden 2014.

Bagi Jokowi, Pilpres 2019 akan menjadi referendum pada kepresidenannya, sementara Prabowo akan berharap bahwa ia akan beruntung untuk ketiga kalinya, setelah dia beberapa tahun sebelumnya juga bersaing sebagai calon wakil presiden.

Jajak pendapat menunjukkan Jokowi memiliki keunggulan dua digit atas Prabowo, tetapi kesenjangan tampaknya menyempit.

The Straits Times meneliti dua kandidat dan pasangannya.

JOKO WIDODO (54 TAHUN)
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P)

Sebagai putra seorang penjual kayu, Jokowi melanjutkan usahanya dengan mendirikan bisnis manufaktur furnitur sendiri sebelum beralih ke politik. (Foto: AFP)

Pengusaha furnitur yang beralih menjadi politikus ini mengendarai gelombang harapan yang membawanya naik ke kantor kepresidenan pada tahun 2014, ketika ia mengalahkan penantang berdarah biru untuk menjadi presiden ketujuh Indonesia—dan yang pertama dari luar lingkaran politik dan militer elit.

Jokowi menjanjikan perubahan, dan pemilihannya kemudian secara luas dianggap sebagai fajar baru dalam politik Indonesia.

Seiring dia mengincar masa jabatan kedua, dia harus membuktikan bahwa dia telah memberikan apa yang diharapkan selama masa jabatannya, terutama dalam dorongan infrastrukturnya, inisiatifnya untuk meningkatkan ekonomi, dan meningkatkan upah.

Dilahirkan dan dibesarkan di Solo, Jawa Tengah, Presiden tersebut adalah putra seorang penjual kayu. Dia sedang mendirikan bisnis manufaktur furniturnya sendiri sebelum beralih ke politik.

Baca Juga: Bagaimana Muslim Konservatif Memandang Kandidat Pilpres 2019

Karier politiknya dimulai ketika ia terpilih sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2005, dan kemudian terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada tahun 2010, dengan lebih dari 90 persen suara. Dia kemudian ikut serta—dan memenangkan—Pemilihan Gubernur Jakarta 2012.

Pada puncaknya, peringkat persetujuannya naik menjadi hampir 70 persen, di mana beberapa survei yang dirilis pada Oktober 2018 menunjukkan bahwa dia akan memenangkan pemilu dengan telak jika pemilu dilakukan pada saat itu. Itu jauh dari margin kemenangannya di tahun 2014, ketika dia mengalahkan Prabowo dengan 53,15 persen suara.

Di permukaan, Jokowi masih menjadi tokoh yang populer, jarang kehilangan posisinya di puncak survei elektabilitas nasional, membuat banyak pakar mengatakan bahwa mustahil dia kalah dalam Pemilu 2019.

MA’RUF AMIN (75 TAHUN)
INDEPENDEN

Pidato di RSIS Singapura oleh Professor Dr K.H. Ma’ruf Amin pada 17 Oktober 2019 promosikan Islam Wasatiyyah di Indonesia. (Foto: courtesy RSIS)

Sebagai salah satu tokoh Muslim paling berpengaruh di Indonesia, Dr Ma’ruf saat ini mengetuai Majelis Ulama Indonesia (MUI)—badan ulama Islam terkemuka di Indonesia.

Dia juga Pemimpin Tertinggi Nahdlatul Ulama (NU)—organisasi Muslim terbesar di Indonesia—hingga pengunduran dirinya setelah dia dinominasikan sebagai calon wakil presiden Jokowi tahun lalu.

Tetapi Ma’ruf juga tidak asing dengan politik dan pemerintahan, setelah menjabat sebagai legislator dan anggota parlemen daerah. Dia juga anggota kunci Dewan Penasihat Presiden dalam pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Keputusan koalisi di balik upaya Jokowi untuk memilih Ma’ruf mengejutkan banyak orang.

Sebagai seorang reformis yang tidak memiliki hubungan dengan militer atau memiliki darah biru politik, Jokowi sering menjadi sasaran kelompok-kelompok kepentingan yang sudah berakar, yang mencoba merusak dirinya dan sekutunya.

Baca Juga: Jelang Pilpres 2019, Kelompok Islam Konservatif Telah Menang

Dalam beberapa tahun terakhir, lawan-lawannya telah menggunakan isu SARA—akronim untuk Suku, Agama, Ras, dan Antar-Golongan—untuk melawannya, hingga mempertanyakan secara terang-terangan apakah Jokowi “cukup Islami.”

Masalah-masalah seperti itu telah mengganggu Pemilihan Gubernur Jakarta yang terakhir, ketika petahana Basuki Tjahaja Purnama—yang adalah keturunan Tionghoa dan Kristen, dan sekutu dekat Jokowi—kalah oleh saingan Muslim yang didukung oleh Prabowo.

Meskipun keputusan untuk memilih Ma’ruf akan dipertanyakan oleh kaum liberal di seluruh negeri, namun para analis mengatakan bahwa hanya ada sedikit kelemahan dalam memilih seorang kandidat yang dapat memperkuat posisi Jokowi di mata kaum konservatif di negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia ini.

PRABOWO SUBIANTO (67 TAHUN)
GERINDRA

Prabowo Subianto telah membangun basis di antara para pemilih yang melihatnya sebagai pemimpin yang tegas dan kuat, terlepas dari catatan hak asasi manusianya. (Foto: AFP)

Dengan masa dinasnya yang panjang di militer dan ikatan mendalam dengan elit bisnis dan politik—ia menikah dengan salah satu putri mantan Presiden Soeharto, dan ayahnya pernah menjabat sebagai menteri dan direktur bank sentral—Prabowo, seorang mantan jenderal angkatan darat, adalah kebalikan dari Jokowi.

Dia masuk ke dunia bisnis setelah mengakhiri karier militernya setelah berakhirnya rezim Orde Baru, dan kemudian memasuki dunia politik.

Pada tahun 2004, ia adalah salah satu yang bersaing untuk menjadi kandidat presiden untuk Golkar—partai besar Indonesia yang sudah lama berdiri—tetapi ia menerima jumlah suara terendah.

Empat tahun kemudian, ia mendirikan Gerindra, sebagian untuk mendukung upaya kepresidenannya pada tahun 2009—tetapi partai itu berhasil memenangkan hanya 26 dari 560 kursi di Parlemen dan tidak dapat mengajukan calon presiden.

Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Sama Saja, Papua Barat Berencana Boikot Pilpres 2019

Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri—yang juga merupakan putri presiden pendiri Indonesia, Soekarno—kemudian memilih Prabowo sebagai calon wakilnya dalam pemilu, di mana akhirnya mereka kalah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pencalonan Prabowo untuk Pemilihan Presiden 2019 telah dinanti-nantikan secara luas, meskipun mantan komandan pasukan khusus Indonesia itu tampak enggan mencalonkan diri, sampai kandidat Pilpres 2019 diumumkan secara resmi pada bulan April tahun lalu.

Dia telah membangun basis di antara pemilih yang melihatnya sebagai pemimpin yang tegas dan kuat, terlepas dari catatan hak asasi manusianya.

Prabowo juga disebut-sebut sebagai kingmaker dalam politik Indonesia, setelah mendukung pasangan kandidat Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, yang mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama yang populer pada Pemilihan Gubernur 2017 di Jakarta.

SANDIAGA UNO (49 TAHUN)
GERINDRA

Sandiaga Uno mengundurkan diri dari 18 perusahaan yang berhubungan dengannya sebelum memasuki dunia politik secara penuh. (Foto: The Straits Times/Kevin Ching)

Mantan pengusaha itu—yang pada tahun 2013 berada di peringkat pria terkaya ke-47 di Indonesia—terjun ke dunia politik pada tahun 2015, dan dengan cepat melesatkan karier politiknya melalui jajaran partai Gerindra Prabowo.

Dia ditunjuk sebagai calon wakil gubernur untuk Pemilihan Gubernur Jakarta 2017, yang kemudian mereka menangkan.

Tetapi Sandiaga—yang dikenal sebagai Sandi di antara para pendukungnya—mengundurkan diri sebagai Wakil Gubernur Jakarta setelah hanya 10 bulan bekerja, ketika dia dipilih oleh Prabowo sebagai calon wakil presiden.

Meskipun sering digambarkan sebagai politikus yang enggan, namun Sandiaga adalah orang pertama yang mencalonkan dirinya untuk menantang Basuki Tjahaja Purnama yang populer untuk menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 2015.

Dia akhirnya bersaing sebagai pasangan calon Anies, yang mengalahkan Ahok dalam apa yang secara luas dianggap sebagai pemilu yang memecah belah.

Namun, kekayaannya yang sangat besar telah menimbulkan kontroversi.

Pada tahun 2016, ia harus secara terbuka menyangkal melakukan kesalahan ketika namanya muncul di Panama Papers, yang merinci tempat pajak lepas pantai dari orang-orang sangat kaya.

Tetapi sebelum Sandiaga memasuki dunia politik secara penuh, dia telah mengundurkan diri dari 18 perusahaan yang berhubungan dengannya.

Para analis telah menciptakan istilah “efek Sandiaga,” menyusul popularitasnya di kalangan perempuan, pemuda, dan pemilih dengan pendidikan tinggi, di mana beberapa mengatakan bahwa ia dapat berbuat lebih banyak untuk meningkatkan peluang Prabowo dalam Pemilihan Umum 2019 daripada yang dilakukan oleh Ma’ruf Amin untuk Jokowi.

Survei yang dilakukan tak lama setelah hari pencalonan pada Agustus 2018, juga menunjukkan peningkatan antara empat poin persentase hingga tujuh poin persentase untuk Prabowo dari segmen pemilih yang sama, setelah ia mengumumkan Sandiaga sebagai cawapresnya.

Jadi, sementara para pengamat masih terpecah pada apakah Ma’ruf membantu atau menghambat prospek pemilihan Jokowi, pandangan umum adalah bahwa Prabowo memiliki pasangan yang lebih baik.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/in-depth-pilpres-2019-mengenal-lebih-dekat-dua-kandidat-dan-para-cawapresnya/
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Top