Terpilih Lagi, Jokowi Kembali Sambut Belt And Road China

Status
Not open for further replies.

politik

New Member
Setelah secara resmi diumumkan oleh KPU bahwa Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden Indonesia, Jokowi mulai menyambut kembali proyek Belt and Road China, untuk membiayai dan memfasilitasi rencana infrastruktur ambisiusnya. Walau Jokowi pandai menjaga jarak dengan China selama kampanye pemilu, namun ia juga tidak punya banyak pilihan selain beralih ke China untuk mencoba merealisasikan tujuan pembangunannya, mengingat hanya sedikit negara yang secara aktif berinvestasi dalam proyek-proyek pembangunan luar negeri berskala besar.

Oleh: Nithin Coca (World Politics Review)

Surat suara bahkan belum selesai dihitung ketika kesepakatan itu diumumkan. Pada 26 April—hanya beberapa hari setelah hari pemungutan suara—Indonesia menandatangani 23 nota kesepahaman dengan China, senilai $14,2 miliar, untuk beberapa proyek infrastruktur besar. Kesepakatan ini datang setelah berbulan-bulan tak ada yang bersuara tentang investasi China di Indonesia—secara sengaja, seiring Presiden Joko Widodo khawatir akan upaya pihak oposisi untuk menggambarkannya sebagai terlalu pro-China.

Ini berhasil, karena pada akhirnya, masalah investasi China tidak memainkan peran memecah belah yang sama di Indonesia seperti yang terjadi pada pemilu di Malaysia, Maladewa, dan Sri Lanka. Sebaliknya, Jokowi memenangkan pemilihan ulang.

Berita tentang investasi ini disambut baik, murni dari sudut pandang ekonomi. Jokowi sebelumnya maju pada Pilpres 2014 dan berjanji untuk meningkatkan infrastruktur Indonesia, dan ia telah mampu memenuhi beberapa janjinya.

Peringkat Indonesia dalam Indeks Kinerja Logistik Bank Dunia—semacam indeks infrastruktur suatu negara—naik dari 53 pada 2014 menjadi 46 pada 2018, di depan Meksiko, Turki, dan Brasil. Namun demikian, Indonesia masih memiliki jalan panjang untuk memastikan pelabuhan, jalan, dan rel kereta apinya mampu memenuhi tuntutan 260 juta penduduk dan rencana pembangunan ambisius pemerintah sendiri. Lima tahun tidak cukup bagi Jokowi untuk memperbaiki kekurangan investasi selama beberapa dekade.

“Sebelum Jokowi datang, tidak ada dorongan infrastruktur yang serius dalam waktu yang lama,” kata Lin Neumann, direktur pelaksana di Kamar Dagang Amerika di Indonesia. “Indonesia tertinggal dalam segala hal. Sangat sedikit perhatian yang diberikan pada jalan, jalan tol, jembatan, atau pelabuhan.”

Baca Artikel Selengkapnya di sini
 
Status
Not open for further replies.
Loading...

Thread Terbaru

Top